Legitimasi Syariat Zakat Perusahaan
a. Pendahuluan
Islam memberi perhatian besar pada muamalah keuangan dan sistem perserikatan, karena di dalamnya terdapat kebaikan, pertumbuhan, dan keberkahan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meriwayatkan hadis qudsi dari Allah:
“Aku adalah yang ketiga di antara dua orang yang berserikat selama salah satu dari mereka tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang mengkhianati temannya, Aku keluar dari perserikatan mereka.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Islam mengandung hukum-hukum fikih yang mengatur akad dan muamalah dalam perusahaan, termasuk kewajiban zakat atas harta perusahaan.
b. Perusahaan dalam Khazanah Fikih
Perusahaan atau perseroan adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dalam usaha bisnis untuk mencari keuntungan. Dalam fikih Islam, hal ini disebut syirkah, yaitu penyertaan modal dan kerja sama untuk berbagi keuntungan maupun kerugian sesuai kesepakatan.
Dalil syirkah terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Allah berfirman:
“Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; dan amat sedikitlah mereka itu.” (QS. Shad: 24)
Para ulama sepakat tentang disyariatkannya syirkah dalam berbagai bentuk.
c. Jenis Perusahaan dalam Fikih Islam
Kitab-kitab fikih klasik menyebut beberapa bentuk syirkah, antara lain:
-
Syirkah ‘Inan – kerjasama dengan modal berbeda, keuntungan/kerugian sesuai kesepakatan.
-
Syirkah Mufawadhah – kerjasama dengan modal, keuntungan, kerugian, dan pekerjaan sama besar.
-
Syirkah Wujuh – kerjasama berbasis reputasi untuk membeli barang secara kredit lalu menjualnya tunai.
-
Syirkah A’mal (Abdan/Shana’i’) – kerjasama dalam menerima pekerjaan, lalu hasilnya dibagi sesuai kesepakatan.
-
Syirkah Mudharabah – kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib), keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, kerugian ditanggung pemilik modal.
Syariat membolehkan pengembangan model syirkah baru seperti perusahaan saham (syirkah musahimah), holding company, konsorsium, partnership, dan kemitraan, selama usaha dilakukan secara halal dan memenuhi rukun-syarat syirkah.
d. Karakteristik Perusahaan dalam Fikih Islam
Menurut Shahatah, sebuah perusahaan dikatakan sesuai syariat jika memenuhi unsur berikut:
-
Tujuan utamanya memperoleh keuntungan halal, memberi manfaat bagi umat, dan membantu ibadah kepada Allah.
-
Terikat nilai akhlak dan perilaku lurus dalam semua muamalah.
-
Aktivitas bisnis dilakukan pada bidang halal dan bermanfaat.
-
Pemilihan mitra, investor, dan pekerja berdasarkan profesionalitas, akhlak, dan iman.
-
Mengeluarkan hak Allah dari harta (zakat, sedekah).
-
Memberi hak masyarakat (CSR, pajak, tidak merampas hak orang lain).
-
Semua akad dan transaksi ditulis/catat untuk menghindari perselisihan.
e. Dalil Kewajiban Zakat Perusahaan
-
Umum – Harta yang berkembang wajib dizakati (QS. At-Taubah: 103).
-
Hadis Muadz bin Jabal – zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin (HR. Bukhari, Muslim).
-
Zakat Perdagangan – Rasulullah memerintahkan zakat atas barang dagangan (urudh at-tijarah).
-
Ijma’ Ulama – para fuqaha sepakat bahwa harta perdagangan yang berkembang wajib zakat 2,5%.
-
Analogi – barang dagangan dianalogikan dengan hewan ternak yang berkembang biak, sama-sama wajib zakat.
f. Ketentuan Hukum Zakat Perusahaan
Para ulama menegaskan zakat perusahaan berlaku dengan prinsip yang sama seperti zakat individu. Alasan utamanya:
-
Zakat adalah kewajiban syariat – menolak zakat berarti menolak prinsip agama.
-
Zakat adalah ibadah harta – mensucikan harta dan jiwa (QS. At-Taubah: 103).
-
Zakat mengembangkan harta – harta tidak akan berkurang karena sedekah (HR. Ahmad).
-
Zakat adalah hak mustahik – zakat bukan charity, tapi hak fakir miskin (QS. Al-Ma’arij: 24–25).
-
Tanggung jawab pemerintah – penguasa wajib menegakkan zakat, sebagaimana dilakukan Abu Bakar As-Siddiq terhadap kaum yang enggan membayar zakat.
g. Ketentuan Hitungan Zakat Perusahaan
Beberapa prinsip dalam menghitung zakat perusahaan:
-
Harta Shareholder – zakat dihitung sesuai kepemilikan saham, setelah dikurangi hutang.
-
Syakhsiyah I’tibariyah – perusahaan dipandang sebagai satu entitas, zakat dihitung atas keseluruhan harta lalu dibagi ke pemegang saham muslim.
-
Kewajiban Zakat – hanya berlaku bagi pemegang saham muslim, sementara non-muslim tidak wajib zakat namun dapat dikenai aturan lain sesuai regulasi.